Tanya Jawab Seputar Ahli Sunnah Wal Jama'ah
1. Jika di Indonesia, Ahlussunnah itu siapa?
Jawab:
Menurut apa yang yang saya baca pada buku teologi islam, bahwasannya maksud
kata sunnah dalam term ini berarti Hadis. Dan maksud kata jama'ah berarti mayoritas sesuai dengan
tafsiran yang diberikan Sadr al-Syari'ah al-Mahbubi yaitu 'ammah al-Muslimin
(umumnya umat Islam) dan al-jama'ah alkasir wa al-sawad al-a'zam (jumlah
besar dan khalayak ramai).
Dan
untuk aliran Al-Asy’ariyah dilihat dari berbagai tafsiran dan pendapat dari
Ahmad Mahmud Subhi mengatakan bahwa aliran tersebut merupakan aliran yang
menganut mazhab Syafi'i. Adapun untuk aliran Maturidiah dilihat dari berbagai
pendapat mengatakan bahwa aliran tersebut merupakan aliran teologi yang banyak
dianut oleh umat Islam yang memakai mazhab Hanafi.
Dan di negara Indonesia sendiri, aliran Ahlussunnah wal Jama’ah
sudah mengakar kuat di bumi Nusantara, sebagaimana direkam oleh Hadhratus
Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama (NU):
“Kaum muslimin di pulau Jawa (Nusantara) pada
zaman dahulu sepakat pendapat dan mazhabnya, tunggal sumber ajaran agamanya.
Semuanya dalam fikih mengikuti mazhab yang sangat indah yaitu mazhab Imam
Muhammad bin Idris as-Syafi, dalam ushul ad-din (akidah) mengikuti mazhab Imam
Abu Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali dan Abu
al-Hasan as-Syadzili .”
2. Jika di luar
Indonesia, Ahlussunnah itu siapa?
Jawab:
Di luar Indonesia, aliran ahli sunnah wal jama’ah biasa disebut
dengan aliran sunni.
3. Apa ajaran
Ahlussunnah yang dominan berbeda dengan
aliran lainnya
Jawab:
·
Aliran Al-Asy’ariyah
- Ajaran-ajaran al-Asy'ari dapat
diketahui dari buku-buku yang ditulisnya, terutama dari Kitab al-Luma' Fi
al-Rad 'ala Ahl al-Ziagh wa al-Bida' dan al-Ibanah 'an Usul al-Dianah.
- Sebagai penentang Mu'tazilah, sudah
tentu ia berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kata al-Asy'ari
Tuhan mengetahui dengan zat-Nya. karena dengan demikian zat-Nya adalah
pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan ('ilm)
tetapi yang Mengetahui ('Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan dan
pengetahuan-Nya bukanlah zat-Nya. Demikian pula dengan sifat sifat seperti
sifat hidup, berkuasa, mendengar dan melihat.
- Tuhan dapat dilihat di akhirat,
demikian pendapat al-Asy'ari. Di antara alasan-alasan yang dikemukakannya,
ialah bahwa sifatsifat yang tak dapat diberikan kepada Tuhan hanyalah
sifat-sifat yang akan membawa kepada arti diciptakannya Tuhan. Sifat dapatnya
Tuhan dilihat tidak membawa kepada hal ini, karena apa yang dapat dilihat tidak
mesti mengandung arti bahwa ia mesti bersifat diciptakan. Dengan demikian kalau
dikatakan Tuhan dapat dilihat, itu tidak mesti berarti bahwa Tuhan harus
bersifat diciptakan.
- Perbuatan-perbuatan manusia, bagi
al-Asy'ari, bukanlah diwujudkan oleh manusia sendiri, sebagai pendapat
Mu'tazilah, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Perbuatan kufr adalah buruk,
tetapi orang kafir ingin supaya perbuatan kufr itu sebenarnya bersifat
baik. Apa yang dikehendaki orang kafir ini tak dapat diwujudkannya. Perbuatan
iman bersifat baik, tetapi berat dan sulit. Orang mukmin ingin supaya perbuatan
iman itu janganlah berat dan sulit, tetapi apa yang dikehendakinya itu tak
dapat diwujudkannya. Dengan demikian yang mewujudkan perbuatan kufr itu
bukanlah orang kafir yang tak sanggup membuat kufr bersifat baik, tetapi
Tuhanlah yang mewujudkannya dan Tuhan memang berkehendak supaya kufr
bersifat buruk.
- Demikian pula, yang menciptakan
pekerjaan iman bukanlah orang mukmin yang tak sanggup membuat iman bersifat
tidak berat dan sulit, tetapi Tuhanlah yang menciptakannya dan Tuhan memang
menghendaki supaya iman bersifat berat dan sulit. Istilah yang dipakai
al-Asy'ari untuk perbuatan manusia yang diciptakan Tuhan ialah al-kasb.
Dan dalam mewujudkan perbuatan yang diciptakan itu, daya yang ada dalam diri
manusia tak mempunyai efek.
- Mengenai anthropomorphisme,
al-Asy'ari berpendapat bahwa Tuhan mempunyai muka, tangan, mata dan sebagainya
dengan tidak ditentukan bagaimana (bila kaifa) yaitu dengan tidak
mempunyai bentuk dan batasan (la yukayyaf wa la yuhad).
- Al-Asy'ari seterusnya menentang
paham keadilan Tuhan yang dibawa kaum Mu'tazilah. Menurut pendapatnya Tuhan
berkuasa mutlak dan tak ada suatu pun yang wajib bagi-Nya. Tuhan berbuat
sekehendak-Nya, sehingga kalau Ia memasukkan seluruh manusia ke dalam surga
bukanlah Ia bersifat tidak adil dan jika la memasukkan seluruh manusia ke dalam
neraka tidaklah Ia bersifat zalim. Dengan demikian ia juga tidak setuju dengan
ajaran Mu'tazilah tentang al-wa'd wa al-Wa'id.
- Juga ajaran tentang posisi menengah
ditolak. Bagi al-Asy'ari orang yang berdosa besar tetap mukmin, karena imannya
masih ada, tetapi karena dosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasiq.
Sekiranya orang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, maka dalam
dirinya akan tidak didapati kufr atau iman; dengan demikian bukanlah ia
atheis dan bukanlah pula monotheis, tidak teman dan tidak pula musuh. Hal
serupa ini tidak mungkin. Oleh karena itu tidak pula mungkin bahwa orang
berdosa besar bukan mukmin dan pula tidak kafir.
· Aliran Maturidiah
- Sebagai pengikut Abu Hanifah yang
banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya, al-Maturidi banyak pula
memakai akal dalam sistem teologinya.
- Oleh karena itu antara teologinya
dan teologi yang ditimbulkan oleh al-Asy'ari terdapat perbedaan, sungguhpun
keduanya timbul sebagai reaksi terhadap aliran Mu'tazilah.
- Dalam soal sifat-sifat Tuhan
terdapat persamaan antara al-Asy'ari dan al-Maturidi. Baginya Tuhan juga
mempunyai sifat-sifat.Maka menurut pendapatnya, Tuhan mengetahui bukan dengan
zat-Nya, tetapi mengetahui dengan pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan dengan
zat-Nya.
- Tetapi dalam soal
perbuatan-perbuatan manusia, al-Maturidi sependapat dengan golongan Mu'tazilah,
bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya.46) Dengan
demikian ia mempunyai paham qadariah dan bukan paham jabariah
atau kasb Asy'ari.
- Sama dengan al-Asy'ari, al-Maturidi
menolak ajaran Mu'tazilah tentang al-salah wa al-aslah, tetapi di
samping itu al-Maturidi berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban
tertentu. Al-Maturidi juga tidak sepaham dengan Mu'tazilah tentang masalah
al-Qur'an yang menimbulkan heboh itu. Sebagaimana al-Asy'ari ia mengatakan
bahwa kalam atau sabda Tuhan tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim.
- Mengenai soal dosa besar al-Maturidi
sepaham dengan al-Asy'ari bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin.
dan soal dosa besamya akan ditentukan Tuhan kelak di akhirat. Ia pun menolak
paham posisi menengah kaum Mu'tazilah.
- Tetapi dalam soal al-wa'd wa
al-wa'id al-Maturidi sepaham dengan Mu'tazilah. Janji-janji dan ancaman-ancaman
Tuhan, tak boleh tidak mesti terjadi kelak. Dan juga dalam soal
anthropomorphisme al-Maturidi sealiran dengan Mu'tazilah. Ia tidak sependapa
dengan al-Asy'ari bahwa ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk
jasmani tak dapat diberi interpretasi atau ta'wil. Menurut pendapatnya tangan,
wajah dan sebagainya mesti diberi ant majazi atau kiasan.
4. Siapakah
yang akan selamat? Apakah Hanya Ahlussunnah,
sedang yang lain sesat?
Jawab:
Yang akan selamat yaitu adalah orang yang berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits yang berbunyi:
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ
وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
"Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.". Juga dijelaskan di dalam firman Alloh, yang berbunyi:
"Maka jika
datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling
dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami
akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta."
(Q.S Thaha: 123, 124).
Comments
Post a Comment